Anekdot, CMS (cerita masa silam), LifE, log, Original bRAIN

Menghargai makan malam

Akan saya ingat-ingat fragmen ini: adalah setiap malam sekitar 5-6 tahun yang lalu, di kosan dengan suara nyaring lalu lintas. Saya tengah berlapar-lapar perut, sambil melihat langit-langit. Mata saya Kelu karena lapar, dan air tersisa sedikit. Lapar karena perut dan makanan, atau lapar karena keadaan yang bodoh jadi sama saja. Saya akan mengingatnya. Malam-malam ganjil menggalaukan yang membuat paginya menjadi keadaan sama bodohnya. Saya akan ingat fragmen ini.

Sudah 7 tahun sejak saya kuliah di Malang. Dan fragmen tentang lapar di malam hari itu kekal adanya. Dimaknai dengan baik oleh saya sendiri. Itu adalah hal idealis nan bodoh untuk semacam dialektika materialis yang saya rancang sendiri. Mengapa malam selalu dilewatkan dengan perut lapar adalah tindakan resmi akan ketidakbecusan saya dalam mengelola uang. Salah manajemen. Pemotongan anggaran untuk hal tetek bengek yang tidak saya sadari buntutnya. 

Masa itu benar-benar pertaruhan idealisme. Saya rela makan tahu isi 2000 rupiah perhari, karena anggaran makan dicatut oleh anggaran warnet, angaran hura-hura, beli buku, ngemil, bla bla bla. Begitu kacau sampai malam harinya saya berkicau dengan perut lapar tak tertanggungkan. Bersimpuh didepan deretan buku-buku dengan satu pikiran. “Cepatlah tidur, karena tidur akan menghilangkan rasa lapar.” Bocah edan itu merasa lapar sebagai sebuah pertaruhan sunyi bagi implan implan duniawinya, yang rela digoroknya demi apapun kepentingan tanpa timbangan yang logis. Saya ingat malam-malam itu saat lapar hanya tertangguhkan dengan tertidur. 

Hampir 6 tahun kemudian saya mengalaminya lagi. Dalam dimensi dan Spektrum yang berbeda. Kalau dulu saya menahan lapar karena tidak ada uang, sekarang saya menahan lapar dengan hati yang tenang untuk hari esok. Kalau dulu saya menahan lapar dengan bobot 55kg, sekarang saya menahan lapar dengan bobot 80kg. Kalau dulu saya menahan lapar karena memang tak ada yang bisa dibeli atau dimakan, sekarang saya menahan lapar dengan rendang, Indomie, telur dan nasi hangat siap tersaji. Jadi apa bedanya?

Kesehatan. Gaya hidup kerja rumahan yang saya jalani. Jarang gerak. Sangat jarang. Dulu saya biasa jalan kaki dari jl kalpataru ke UM. Dan siangnya jalan kaki dari UM ke Unmuh (bayangkan itu!) Sekarang jalan 1km bersusah payah. Rasanya konyol sekali. Dan hal pertama untuk mengembalikan lemak ini kembali ke asalnya yang azali, dimulai dari menghentikan makan malam. Menurut saya. Nanti kalau komposisi kimia dalam tubuh sudah dirasa cukup untuk mengembalikan metabolisme ke tahap siap gerak, mulailah gerak.

Ah, ada juga hal lain. Wasir. Mau operasi saja. Jadi, makan malam jadi pantangan, agar paginya tidak keluar terlalu berat.

Jadi kalau ditanya, saya sangat sangat menyukai hal ini. Seperti kembali seperti dulu. Dalam senyum dan gelambir yang berbeda. Dalam tujuan yang beda. Namun tetap dalam makna yang sama, berlapar-lapar di malam hari.

“Cepatlah tidur, karena tidur menghilangkan rasa lapar”

Cara saya untuk menghargai makan malam

Anekdot, LifE, log

Visi…?

Ada kejadian menarik belakangan ini, dimana saya berfikir sangat keras untuk sekedar merumuskan visi. dan kemudian saya tersadar betapa terlambatnya bagi orang seperti saya untuk merumuskan visi saat ini. semuanya terjadi tahun ini. Tahun Kompresi, saya menyebutkan demikian.

Tahun ini luar biasa sekali tekanannya. Saya memang lebih suka menyeting hidup saya tidak jauh dari ketidakpastian, tapi entah mengapa tahun ini tetap saja sulit. Ada yang beranggapan bahwa semakin mapan kehidupan personal seseorang, semakin konservatif dia terhadap sesuatu hal. contohnya orang bujangan dengan yang sudah berkeluarga. Benarkah? Ya dan Tidak. Entah mengapa sebagian diri saya mengamini, sementara sebagian yang lain menolak. Secara tidak langsung saya tengah berkata bahwa saya telah melewati batas tak kasat mata (apapun itu), jadi pilihan untuk jadi konservatif lebih mengena. Sementara ada hal lain yang berkata bahwa semua tidak lebih dari sekedar keberanian untuk membuat perbedaan. Bagaimanapun itu sulit, merumuskannya adalah mutlak.

Jadi, visi apakah yang hendak saya bangun? Hei, bukanlah pembicaraan tentang visi ini sebenarnya sudah basi? Maksudnya, bukankah kau sedari dulu sudah memiliki visi? Ya dan Tidak. Jawaban sederhana untuk masalah ini adalah “saya lupa”. Dan beberapa kali saya mengingatnya, tetap saja ini bodoh, bodoh sekali.

Semua berawal dari ketidakmampuan saya untuk berbenah, atau menangkap rima dalam waktu, sehingga keadaan beruntung itu jauh saja dari pengamat. Dan seberapa kuatnya effort saya untuk mengejarnya tampaknya sia-sia saja. Tapi saya telah dilatih untuk tidak pernah menyerah. Ini garis yang telah saya pilih sendiri, benar atau salah. Dan pada akhirnya, hanya saya dan saya sendiri lah yang berhak memaknainya.

jadi saya akan merumuskannya, simpel, simpel saja. visi saya sederhana:

saya harus punya 10m pada usia 35 tahun.

dan saya akan memaknainya sendiri.

Anekdot, LifE

setinggi awan

waktu kecil, banyak pikiran yang ada dibenakku. walau tidak sebanyak sekarang (tentunya), namun ada satu pikiran yang selalu ada. ditanyakan dari waktu ke waktu. “kamu mau jadi apa?”

aku mau jadi chef, jadi nakhoda, jadi pembaca berita. banyak yang kuinginkan. sewaktu perang melawan terorisme ala Amerika dicetuskan, aku ingin jadi mujahidin yang membela tanah air dan kehormatan mereka. waktu aku melihat kecakapan dosen sejarah maritim, aku ingin jadi ahli sejarah maritim. waktu aku melihat saudaraku sukses berbisnis, aku ingin menjadi entrepreneur. waktu aku melihat nikmatnya menjadi seorang traveler yang santai dengan hidupnya, aku ingin jadi traveler. aku ingin jadi semuanya!

seorang teman pernah berkata, “masa muda itu seperti kita sedang menonton pertandingan di sebuah stadion yang kosong.” kita boleh memilih kursi apapun, di tribun manapun. namun nanti kita akan memilih satu kursi yang akan kita tempati selamanya.

pertandingan itu adalah hidup kita sendiri. dan kursi-kursi itu adalah bagaimana kita memilih untuk menghabiskan hidup kita. dengan cara apa dan dengan pikiran seperti apa kita menuju detik-detik kedewasaan sampai akhir “pertandingan”. ada benarnya kalau dipikir-pikir. aku sedang berapi-api waktu itu, ketika temanku itu bercerita. dunia sedang bergerak dihadapanku, dan aku merasakan bahwa roda-roda raksasa dunia memang sedang bergerak, bergerak bersamaku. kalau berhenti aku akan ketinggalan.

dan aku mulai berfikir bagaimana aku memilih “kursi” untuk menonton hidupku sendiri?

ada hal-hal yang bisa kita prediksi, dan ada juga hal-hal yang secara kecut bisa kita acuhkan karena melenceng dari garis pola. selalu ada perasaan getir ketika dipaksa melayani kenyataaan bahwa prediksi kita salah. aku telah mencoba banyak hal. mengutak-atik formulasi tentang bagaimana seharusnya (atau enaknya) hidup dijalani. apa fondasi dasarnya, apa nilai yang menggerakkannya, bagaimana jika gagal, dan bagaimana menghindari kemiskinan logika untuk hidup yang begitu-begitu saja?

maksudku, setiap dari kita pasti setuju bahwa tidak ada manusia waras didunia ini yang ingin hidupnya begitu-begitu saja. kecuali beberapa gelintir orang yang kuketahui – yang ingin hidup dengan pikiran mereka yang sederhana, mungkin karena sudah bosan menonton pertandingan dari sebuah tempat disuatu tribun dalam stadion miliknya sendiri. setiap pikiran ideal dan logis dari kita pasti menginginkan sebuah, manfaat dalam hidup. mengapa kata manfaat aku beri tanda miring? ya, karena setiap otak dari kita memiliki jalurnya sendiri dalam memindai dan membuat konklusi ketika ditanya “bagaimana menjadi bermanfaat?”

dan berbicara mengenai manfaat atau makna atau apapun, sudah barang tentu ditentukan oleh anasir-anasir diluar skema berfikir otak, yaitu opini kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya. anasir itu adalah lingkungan.

maka aku pernah (bahkan sering) menemukan orang-orang dengan bakat yang aku tangkap luar biasa, seperti batu mulia kurang sepuhan, yang santai saja menerima kenyataan yang karena ulah mereka sendiri, mereka menjadi kurang manfaat. dan mereka menganggap hal itu biasa saja, bukan masalah besar. dan satu lagi, mereka menganggap bahwa hal itu adalah takdir yang mereka tak bisa ubah! aku bicara soal opini diluar kerja nalar otak yang membuat otak urung mengeksekusi banyak ide-ide brilian, hanya karena katakanlah, teman, pacar, tetangga, atau keluarga menganggap ide itu sampah. nah, itulah awal mula kemunculan kemiskinan logika akibat doktrin komunal yang membatasi manusia dari hal-hal hebat berikutnya.

aku telah melihat banyak drama, dimana anak laki-laki yang sebenarnya cukup berpotensi maju dijegal jalannya hanya karena lingkungan sekitar (bahkan lingkungan inti) nya menghendaki dia harus mengikuti ikatan kerja komunal, ikatan persaudaraan kekolotan berfikir bahwa dia harus A,B,C,D. si anak laki-laki, katakanlah, akhirnya mengalah, bahkan melanjutkan hidupnya dengan keadaan lebih sengsara dari sebelumnya. kalau sudah terlalu lama, hal ini menjadi hal biasa, dan ditakutkan watak kekolotan permanen yang diwariskan dari komunalnya itu dia wariskan ke anaknya. itu bisa jadi tanda kiamat, atau tanda evolusi manusia yang gagal.

lalu, dimana tempat mereka yang cukup berani keluar dan lantang berkata bahwa “aku ingin mencari makna”? tempat mereka cukup sulit, karena berjuang melawan pikiran komunal dengan ikatan intim tidak semudah yang dibicarakan. mereka akan dicemooh, dijegal, terus, terus, terus, sampai akhirnya antitesis keluar, mementahkan semua pendapat miring tentang menjadi bermakna.

dan aku juga pernah bertanya, dimana letakku? dimana manfaatku?

aku ingin terbang setinggi awan! aku ingin ke Mars! aku ingin bermanfaat!

Anekdot, InterneT, LifE

beli buku apa baca di internet?

belakangan ini saya suntuk, ga ada kerjaan. sebenarnya ada beberapa proyek, tapi macet. walhasil, bingung. kalau sudah begitu, biasanya saya pergi ke toko buku. menyenangkan karena sekarang saya punya teman (ehem-ehem) kalau ke toko buku. u know who lah ya? hehehe…

dan kesenangan saya kalau udah di toko buku, yaitu pergi ke bagian komputer, arsitektur, atau sospol.

dan ada satu hal yang saya lihat… begitu banyak buku-buku teknis bertebaran disini. terutama yang menyangkut masalah komputer. judulnya pun bermacam-macam, mulai dari yang “standar”, sampai yang “menjual” atau “radikal”. bahkan sampai hal yang saya rasa tidak mungkin ada bukunya pun, ternyata ada! seperti, “mengedit foto via online”, “membuat bla bla bla dengan bla bla bla” dan sebagainya.

is it worth to read?

saya heran, mengapa banyak buku-buku teknis yang kebanyakan berisi informasi yang banyak ditemukan di internet secara gratis. mengapa kita harus susah-susah membeli buku teknis (misalnya tutorial photoshop) kalau kita bisa meng googlingnya di internet?

dan ketika saya ingin membeli sebuah buku, saya mempertanyakan hal ini… apakah saya harus membelinya, atau saya bisa mencari informasi yang sama di internet….dengan gratis.

yeah, masing-masing punya kelebihan dan kekurangan…

Anekdot, LifE

kau tahu teman?

saya bicara banyak hal dengan sahabat keriting saya, wilhy, tadi malam. bicara banyak hal. kuliah, sistem, idealisme, pekerjaan, cinta, kehidupan, dunia…

benar-benar membuka cakrawala. ah, nanti saja kuceritakan kepadamu, teman. aku banyak urusan…

Anekdot

ada beberapa hal

terkait beberapa hal, ada beberapa hal yang harus ku definisikan ulang. operasi. ini tentang operasi-operasi.

  • operasi “restorasi”. bodohnya, aku lupa kapan memulai operasi ini. ah, arsip otakku mempunyai data bahwa operasi ini dimulai di awal bulan juli. nah, bagaimana perkembangannya? OPERASI INI DITUTUP. alasan : tidak ada alasan untuk melanjutkan operasi.
  • operasi “tumbuh”. yang ini juga lupa permulaannya. taksiran data, sekitar pertengahan juli. operasi ini terbilang sukses, walau hanya sekitar 65% target yang tercapai. alasan : front berpindah. kemampuan adaptasi belum mumpuni.
  • mengenai operasi “mawar putih”, diputuskan untuk menghentikannya. tak baik mengulur candu ke tempat yang tak mungkin digapai.
  • berita kurang baik akhir-akhir ini. sepertinya aku mencari masalah di Nihal, dari Konstelasi Lepus. juga di Aldebaran, dari konstelasi Taurus. bukan maksudku menjadi opurtunis. keadaan akan kembali normal. aku janji.
  • dari Rasalas pada Konstelasi Leo. Perang dingin. belum ada resolusi dari kedua belah pihak. akupun belum bisa berbuat apa-apa. Orion sang Pemburu menunggu momen tepat. Lelaki Betelgeuse pandai mengulur-ulur waktu.
  • yang terakhir. Operasi “Umpan”. semoga kedepannya bisa membuat perang dingin menjadi lebih hangat. rundown operasi tinggal beberapa kali revolusi bumi.
  • operasi kedepan : Operasi Restorasi II. ada lebih banyak hal yang perlu didefinisi ulang.

terima kasih