Uncategorized

Pada dengkur jam 3 pagi

Konon Semesta berumur empat belas milyar tahun
Dan umur Bumi empat setengah milyar tahun
Juga Sapien baru sekitar dua ratus ribu tahun saja
Adalah Aku pada umur tiga puluhan

Tapi rasanya bisnis menjadi manusia ini
Mengalahkan segala kemegahan
Dan waktu yang terlewat
Dalam menghitung-hitung umur semesta

Rasanya lebih mudah untuk;
Menghitung umur ruang waktu
Ketimbang;
Meraba-raba jalan ke depan

Sungguh sial karena kontinuum waktu;
Kubiarkan berlalu saja tanpa;
Perang menjadi ada dan kenisbian
Metafor persepsi yang disetujui sosieti

Seberat-beratnya Atlas dalam memanggul dunia
Lebih berat pula beban lelaki dalam keluarga
Tapi aku lupa Atlas pun lelaki
Tapi juga lelakinya harus yang bener

Dan pada orkestra jam 3 pagi
Tempat dengkurmu, dengkurnya, dengkur hantu
Berjibaku untuk menghabisiku
Yang tak juga mulai bergerak

Menyusun rencana yang dieksekusi
Merancang siasat mengalahkan asumsi

puisi

Karavan

Kau berkehendak, aku beralasan
Jalan berpilin berkelindan, kita berpadu padan
"Hentakanmu keras", kataku
Nafasmu sedang tinggi

Atau mungkin memang sedang jalannya
Tak apa jua melambat
Karavan kita;
Sedang lengkap-lengkapnya

Namun karavan lengkap tentunya,
Bukan tanpa persiapan
Mimpi buruk perbekalan;
Dan penilaian kafilah lain

Biarkan sejenak saja
Aku melambat, sayang
Seperti anak panah, atau bola bekel
Yang perlu mengambil arah sejenak

Tentunya aku tidak membuat alasan
Uncategorized

Semua hal baik

Pagi buta kusapih keyakinan
Kubiarkan merumput sendiri
Dan muara-muara kegundahan
Kubiarkan berenang menjauh

Nun jauh pada samudra harian
Tempat ide-ide timbul dan hilang
Dan kadang, jika beruntung
Menemukan jalannya ke tepian

Semua hal baik berkumpul disana
Pagi, petang, siang, dan malam
Sekat-sekat pada lelap dan terjaga
Simpulan pada puncak menjadi manusia

Bermainlah sejenak di pesisir
Pungut satu, dua kebijaksanaan
Perhatikan dengan seksama
Peta sederhana

Untuk mencapai apapun itu;
Bahagia, pencerahan,
Atau melupakan
puisi

Aku

Aku tersesat dalam kontinuum waktu
Aku terpecah tak hingga, tanpa sadar
Aku bermuara pada aku yang tak pernah kukenal
Aku menjadi martir, pelawak, dan tak siapa siapa
Aku berbaur dalam lumpur disepatumu, atau kopi dalam susumu
Aku sel tunggal 8 milyar tahun yang lalu, dan kesadaran silika 8 milyar tahun kemudian
Akulah supra persona dan hamba paling hina
Akulah dirimu, dan semua yang kau temui
Leluhur dan semua buruanmu
Akulah putaran partikel, partikel, dan putaran sekaligus

Akulah semesta yang merayakan dirinya sendiri

puisi

Experience

Jadi hujan telah tampak diujung
Dan obrolan terlalu jauh untuk disudahi
Kita, mungkin cuma aku, tetap bertanya-tanya
Setiap lompatan dan cabang-cabang

Jadilah, maka jadilah
Premis itu berulang ulang, Redundan
Kukira itu usang, tapi tidak juga
Kita benar-benar muncul dari simpul pengalaman

Kau dan aku, bersama-sama
Mengayakan, berupaya
Lalu lintas kesadaran yang tak pernah surut
Pada bahasa tak hingga, dan semesta yang sesak dengan tanda

Muara kesadaranku dan kesadaranmu, bersama-sama
Berujung pada lompatan-lompatan pengertian
Dan tumpukan pengalaman bercela tanpa ujung
Tanpamu, kau, dia, dan mereka
Aku pasti mengarungi semesta yang benar-benar kosong

puisi

Dengan waktu dan jadwal-jadwal

Bagaimana rasanya?
Bangun di pagi atau sore hari
Dengan perasaan kosong?
Dengan kehilangan kompas dan peta

Bagaimana rasanya
Berjalan dalam belukar
Dengan himpitan hutang dan bayangan kegagalan
Dengan beban tanpa wujud

Dengan waktu dan jadwal-jadwal
Kita berubah hina atau mulia
Menjadi teratur tanpa pengatur
Menjadi percaya tanpa melihat

Dengan mantra-mantra tenang
Dan sogokan nominal akhir, awal bulan
Afirmasi biologis dan materil
Pancingan garansi dan asuransi

Jadi, bagaimana?
Sudahkah kau temukan hikmat?
Atau membelinya,
Pada penjaja kesadaran?

Atau kau temukan dalam riak-riak jadwal harian

puisi

Semesta dalam gelas

Sore hari pada awan kelabu
Yang banyak kantuknya
Dalam wajah wajah penghakiman manusia
Tentang sepi dan segala perangkatnya

Oh penunggu nubuat bulanan!
Penebak nasib petani, presiden, dan penjaja diri!
Sudilah berbagi, rambu-rambu ramalan!
Akan keadaan dunia dalam sunyi

Tapi tak juga kulihat
Penyintas surga yang menyaru sebagai tukang parkir
Atau pemulung si penguasa planet
Dan kau si tukang menganggur

Yang terus mencari semesta dalam segelas
Kopi, tuak, anggur, jamu